Larwo adalah sebutan
untuk murai batu jawa. Nama ini khusus diberikan untuk jenis murai batu jawa
tersebut sehingga menjadi keunikan tersendiri bagi jenis murai batu satu ini.
Banyak yang beranggapan bahwa larwo bukanlah termasuk murai batu, namun menurut
ahli burung kicauan burung larwo masih termasuk jenis burung murai batu dan
satu keluarga Turdidae yang khususnya memiliki suara yang indah dan kicauan yang
sangat bagus seperti murai-murai batu lainnya. Yang dari tempat habitatnya
jangan dicari-cari selain di pulau jawa karena habitat tempat hidupnya hanya
akan dijumpai di pulau jawa sehingga menjadi keunggulan bagi murai batu jawa
yang disebut Larwo dari jenis-jenis murai batu lainnya yang mungkin bisa
dijumpai di banyak daerah. Dan di jawa tinggalnya dapat dijumpai di alam bebas
yakni dari Ujung Kulon sampai dengan Gunung Kidul dan beberapa tempat lainnya.
Ciri-ciri fisiknya :
Ciri-ciri fisiknya :
Larwo atau sebutan khas burung murai batu jawa memiliki ciri-ciri fisik yang mempunyai perbedaan dengan murai batu pada umumnya diketahui. Sekilas jika dari kasat mata dilihat warnanya dari murai batu sumatera dan kalimantan tidak ada perbedaannya, namun diperhatikan lebih rinci lagi perbedaan serius dapat dilihat dengan membandingkan ukuran tubuhnya. Larwo mempunyai ukuran tubuh yang jauh lebih kecil bila disandingkan dengan murai batu sumatera dan kalimantan. Yang lainnya juga dapat menjadi pembeda dari performa ketika berkicaunya larwo, adalah bulu-bulu di kepalanya akan berdiri seperti jambul. Dan bulu dadanya berwarna hitam yang melebar hingga pangkal pahanya. Dan panjang ekornya lebih kurang dari 8-10 cm saja. Melirik suaranya, Larwo mempunyai suara yang kurang bagus dari murai-murai batu lainnya dan variasi suara yang masih sedikit. Serta makanannya sama dengan murai batu umumnya yakni kroto, ulat, dan belalang.
Melihat sejarahnya dahulu, murai batu jawa atau larwo sebutan akrabnya merupakan burung ocehan yang banyak digemari burung ‘jadul’ di jawa ketika murai batu dari jenis sumatera dan kalimantan belum membanjiri pasar burung ocehan di jawa. Namun sekarang kebalikan itu terjadi menimpa burung murai batu jawa ini, kelangkaan yang sudah mulai dirasakan oleh pecinta burung terhadap sulitnya sudah ditemukan burung ini di peredaran baik di penangkaran burung murai batu, di pasar burung ocehan, maupun di alamnya sendiri yakni hutan dan pegunungan. Sehingga intensitas kepunahan mulai dirasakan murai batu jawa dalam pelestarian yang sangat diperlukan.
Habitat yang hanya bisa
dijumpai di pulau jawa merupakan kesulitan yang harus diterima karena padatnya
penduduk yang sudah menghuni pulau jawa dari Banten sampai Jawa Timur sehingga
hutan yang gundul menjadi penyebab burung ini tidak mendapatkan rumahnya di
alam liar. Perlu diharapkan dari pelestarian burung ini oleh penangkar burung
ocehan ataupun pecinta burung murai batu dalam tetap membudidayakan burung yang
habitatnya sudah tidak nyaman lagi dari semestinya dulu yang masih indah. Sehingga
pula juga dari sekitar tujuh jenis murai batu dapat tetap ada keberadaannya
dari menghindari kepunahan yang di ambang pintu dari bersama melestarikan dalam
penangkaran dan melepaskan beberapa ke habitat aslinya di samping juga bisa
efektif untuk bisnis.
No comments:
Post a Comment