Cucak Cungkok (Chloropsis
hardwickii) atau ada juga yang menyebutnya sebagai
Cucak Cungko. Harganya lumayan mahal
sekitar Rp 3,5 juta. Dalam literatur perburungan, cucak cungkok disebut sebagai orange-bellied leafbird karena
memiliki kekhasan pada bagian perutnya yang berwarna oranye. Suaranya ciamik,
bahkan beberapa sobat kicaumania menganggapnya lebih merdu daripada cucak hijau.
Komentar awal dari sobat kicaumania saat melihat burung ini
adalah ganteng, keren, bahkan ada juga yang menilai unik. Sekilas mirip cucak hijau, sehingga ada juga yang menyebutnya cucak hijau cungkok.
Semula saya ragu, benarkah cucak cungkok ada di Indonesia?
Sebab, menilik beberapa referensi, spesies ini terdiri atas 4 subspesies (ras)
dan semuanya tidak dijumpai di Indonesia. Berikut ini 4 subspesies dari burung
cucak cungkok:
1.
Chloropsis hardwickii hardwickii (Jardine
& Selby, 1830)
Habitatnya di wilayah utara India, wilayah timur dari lereng
Pegunungan Himalaya, wilayah selatan China (termasuk Tibet dan Yunan), hingga
Myanmar, wilayah baratlaut Thailand, dan wilayah utara Laos.
Cucak cungkok ras hardwickii (Chloropsis hardwickii
hardwickii)
2.
Chloropsis hardwickii lazulina (Swinhoe,
1870)
Habitatnya
hanya di dataran tinggi Kepulauan Hainan, sebuah provinsi kecil di China.
Cucak cungkok ras lazulina (Chloropsis hardwickii lazulina)
3.
Chloropsis hardwickii melliana (Stresemann,
1923)
Subspesies
ini hidup di dataran tinggi di wilayah selatan China (dari Guizhou dan Guangxi
timur hingga Fujian), kemudian di wilayah utara, tengah, dan selatan Vietnam.
Cucak cungkok ras melliana (Chloropsis hardwickii melliana)
4.
Chloropsis hardwickii malayana (Robinson
& Kloss, 1923)
Jenis ini
merupakan burung endemik di wilayah selatan Myanmar dan Semenjanjung Malaysia.
Subspesies ini juga hanya dijumpai di dataran tinggi.
Cucak cungkok ras malayana (Chloropsis hardwickii malayana)
Melihat peta persebaran burung cucak cungkok, sama sekali
tidak menyebutkan salah satu wilayah di Indonesia, terutama Sumatera yang
berdekatan dengan Semenanjung Malaysia. Mungkinkah burung ini bermigrasi dari
Malaysia ke Sumatera, melintasi Selat Malaka?
Jika melihat perilakunya,
sebagaimana ditulis para ornitholog di beberapa buku dan website, keluarga
leafbird dikenal sebagai burung penetap (non-migrasi): sama seperti murai batu.
Burung non-migrasi tak akan pernah meninggalkan habitatnya dalam radius lebih
dari 20 km.
Murai batu Jambi, misalnya, tidak mungkin akan terbang jauh
sampai ke Aceh. Begitu pula dengan cucak cungkok, cucak hijau, cucak rante, dan
kelompok leafbird lainnya. Ketika habitatnya rusak, misalnya oleh penebangan
liar atau penjarahan hutan, biasanya burung-burung ini hanya bisa pasrah, lalu
mati.
Saat ini sudah lumayan banyak kicaumania yang memiliki cucak
cungkok. Bahkan ada sobat kicaumania di Jawa Timur yang memilikinya. Hampir
semuanya memperoleh burung ini di sejumlah pasar burung, terutama di PB Pramuka.
Ada beberapa kemungkinan mengenai asal-mula cucak cungkok
yang dipasarkan di pasar burung :
·
Impor dari Malaysia, atau bisa juga
dari Vietnam, Thailand, dan China.
·
Ada pemodal besar yang diam-diam
menangkar burung ini, kemudian melemparnya ke pasaran dengan harga tinggi (Rp
3,5 jeti, bro…).
·
Ada spesies cucak cungkok, terutama
ras malayana, yang hidup di kawasan hutan Sumatera, tetapi tidak pernah
terdeteksi para ornitholog. Kemungkinan seperti ini bisa terjadi, jika kita
belajar dari pengalaman penemuan spesies burung
hantu di Lombok , yaitu rinjani scops owl (Otus jolandae), padahal spesies ini
sudah ada ratusan tahun lalu di wilayah tersebut dan baru diketahui ahli
burung dari Swedia dan AS.
Apapun kemungkinannya, cucak cungko
tidak termasuk dalam daftar burung
yang dilindungi. Akan lebih baik lagi jika Anda membeli sepasang,
jantan dan betina, kemudian ditangkarkan. Sebab melihat kualitas suaranya, bisa
jadi cucak cungko kelak akan menjadi burung lomba yang makin digemari
kicaumania.
(Sumber : omkicau.com)
No comments:
Post a Comment